Bali , 18
januari 2012
Dari Hotel
Maria sekitar pukul 08.40 wita kami berangkat menuju Desa penglipuran Kab.
Bangli untuk melakukan studi tentang arsitektur bali di desa ini . Untuk lebih
jelasnya silakan baca artikel dibawah ini .
LOKASI OBJEK
Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan bangli, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur. Berdasarkan data tahun 2001 yang dihimpun pemerintah, Desa Adat Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 1,12 Ha.
Untuk menuju desa ini dapat dicapai melalui sisi timur Desa Bangli, yakni Jalan Raya Bangli – Kintamani, maupun dari sisi utara desa, yakni Jalan Kintamani Kayuambua – Bangli.
Desa Adat Penglipuran memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Adat Kayang
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Adat Kubu
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Adat Gunaksa
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Adat Cekeng
Desa Penglipuran resmi ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Bali menjadi desa adat tradisional yang menjadi tujuan pariwisata sejak tahun 1992
Di tengah
derasnya pertumbuhan pariwisata dan perkembangan perkotaan, suatu daerah di
Bali, sebuah pemukiman mampu mempertahankan tradisi berumur ratusan tahun untuk
hidup berdampingan dengan gemerlap dunia modern. Itulah Desa Adat Penglipuran.
Desa Adat
Penglipuran sudah ada sejak 700-an tahun yang lalu, yaitu pada zaman kerajaan
Bangli. Penduduk dari daerah Bayung Gede di Kintamani pindah ke tempat desa ini
berada sekarang. Nama Penglipuran sendiri berasal dari kata Pengeling Pura yang
berarti tempat suci untuk mengingat para leluhur. Segala pengembangan fisik
desa dan pengembangan budayanya masih mengacu pada tanah leluhur yang masih ada
di Bayung. Bahkan untuk berbagai upacara adat tertentu masih harus memohon
restu ke tanah leluhur tersebut.
Desa adat merupakan suatu komunitas tradisional dengan fokus
fungsi dalam bidang adat dan agama Hindu, dan merupakan satu kesatuan wilayah
dimana para anggotanya secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan
keagamaan yang ditata oleh suatu sistem budaya. Hal ini mengacu pada kelompok
tradisional dengan dasar ikatan adat istiadat, dan terikat oleh adanya tiga
pura utama yang disebut Kahyangan Tiga atau pura lain yang berfungsi seperti
itu, yang disebut Kahyangan Desa.
Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan
di Bali yang memiliki tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional,
perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri
membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan
fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh
oleh masyarakat Adat Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku
turun temurun.
Desa Penglipuran adalah satu desa adat
yang masih terpelihara keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih
terlihat di berbagai sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak
jelas. Perbedaan desa adat Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah
tata ruang yang sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri
jalan dengan bentuk fasad rumah yang seragam dalam hal bentuk sehingga
keseluruhan desa ini tampak rapi dan teratur.
Selain sebagai identitas, keberadaan
Desa Adat Penglipuran adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan objek untuk
terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari
melalui penelitian terhadap kondisi desa, baik secara struktural maupun tatanan
sosial.
Keunggulan dari desa adat penglipuran
ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah, Bagian depan rumah
serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa
tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan
semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya
juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan
tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu
untuk bangunan diseluruh desa.
Karena Desa Penglipuran terletak
didataran yang agak tinggi, suasana terasa cukup sejuk. Selain suasana pertamanan
yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa terhadap tamu yang datang.
Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah
mereka untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga
untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.
Desa Adat
Penglipuran ini termasuk desa yang banyak melakukan acara
ritual, sehingga banyak sekali acara yang
diadakan didesa ini
seperti pemasangan
dan penurunan odalan, Galungan dll.
Desa ini menganut tata ruang dengan konsep
trimandala, dibagi ke dalam tiga ruang yang berbeda secara fungsi dan
tingkat kesucian, yaitu utama, madya dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur
dari utara (gunung) ke selatan (laut), dengan jalan desa lurus berundak sebagai
poros tengah, memisahkan ruang madya menjadi dua bagian. Di
paling utara pada zona utama atau “ruang pada dewa”, berdiri bangunan suci pura
bernama Penataran tempat beribadah para penduduk desa. Adapun zona madya atau
“ruang manusia” terdapat 76 kaveling pekarangan dan rumah tempat bermukim
warga terbagi ke dalam dua jajaran, yaitu barat 38 dan timur 38. Setiap
kaveling memiliki ukuran 800-900 meter persegi memanjang dari barat ke timur.
Jalan desa sebagai pemisah dipertahankan bebas dari kendaraan roda empat dan
tidak menggunakan aspal tetapi paving block dan batu sikat. Bagian paling selatan
adalah nista mandala atau “ruang bagi manusia yang telah meninggal” berupa
tempat pemakaman penduduk desa.
Rumah setiap keluarga dalam setiap kaveling
tampak hampir seragam semuanya, berada dalam pekarangan dan dibatasi oleh pagar
tembok serta memiliki gerbang khas Bali sebagai pintu masuk. Setiap pekarangan
mempunyai beberapa bangunan berupa ruangan tidur, ruangan tamu, dapur,
balai-balai, lumbung dan tempat sembayang dalam rumah. Antara satu pekarangan
dengan pekarangan lainnya terdapat jalan sempit yang menghubungkan keduanya.
Bangunan berarsitektur tradisional dengan material tiang dari kayu dan atap
yang khas berupa sirap bambu.
Penggunaan bambu yang cukup dominan tidaklah
mengherankan karena 40% dari luas wilayahnya merupakan hutan bambu. Material
untuk bangunan bisa diambil dari hutan ini, di samping juga untuk bahan barang
kerajinan dan kebutuhan untuk ritual. Dari sisi ekologis, hutan bambu berfungsi
vital untuk menahan erosi mengingat kondisi lahan desa yang miring.
Kemampuan mempertahankan penataan ruang dan
bangunan secara tradisional di desa Penglipuran, menjadi suatu daya tarik
tersendiri sehingga akhirnya tempat ini berkembang menjadi desa wisata.
Kegigihan para penduduknya untuk memperjuangkan keaslian desa juga patut
mendapat penghargaan, tidak mengherankan desa Penglipuran pernah
memperoleh anugerah Kalpataru.
Itu tadi beberapa informasi yang dapat kami
berikan dari berbagai sumber dan pengamatan kami langsung di Desa Penglipuran ,
Kab Bangli, Bali. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca .mohon kritikan dan
saran yang membangun untuk kami , sehingga dalam penulisan berikutnya dapat
lebih baik lagi. Sekian Terimakasih ,
wassalam .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar