"Arsitektur
yang baik adalah hasil dari meramu apa yang ada di sekitar kita dan
mengembangkannya berdasarkan kekayaan Indonesia", jawab Popo Danes,
seorang arsitek ternama dari Bali yang kini sudah merambah ke dunia arsitektur
internasional, ketika ditanya tentang arsitektur yang baik. Popo Danes
menceritakan pengalaman-pengalamannya dalam merancang bangunan kepada para
mahasiswa Arsitektur unlam dalam rangkaian acara KKL (Kuliah Kerja Lapangan)
yang berlangsung pada tanggal 15-20 januari 2012 di surabaya-Bali.
I.
Pendahuluan
Dilahirkan
di keluarga Bali yang telah me-Modern pada 6 Februari 1964, Nyoman Popo
Priyatna Danes atau dikenal dengan nama Popo Danes. Semasa kecilnya, Sang
Arsitek kelahiran Denpasar ini tidak begitu mengenal tentang Arsitektur
tradisional Bali, karena Ayahandanya seorang Autodidact Builder telah membuatnya untuk tinggal di
Rumah Bali dengan konsep modern.
II.
Pendidikan
Popo
Danes, memulai pendidikan Arsitekturnya di Universitas Udayana, Denpasar-Bali
yang kemudian lulus tahun 1991. Ilmu yang ia peroleh dari Ayahnya seorang Autodidact
Builder tersebut membuatnya lebih termotifasi untuk mengembangkan
ilmu Arsitekturnya. Setelah lulus kuliah, ia mengambil pendidikan non-formal
selama kurang lebih 2 bulan di Rotary Group Study Exchange, Belanda, April –
June 1992.
III.
Karya
Natura Resort di
Ubud karya arsitek Popo Danes terpilih sebagai Selected Projects dalam buku
“Bioclimatic Facade” yang dibuat oleh Dr. Ken Yeang, dan disponsori oleh Somfy.
Bukan hanya itu, Popo Danes firma arsiteknya juga terpilih sebagai 3 top
arsitek yang berhak mendapat award untuk mengikuti 2008 Somfy Living
Architecture seminar di Venisia, dalam rangka acara Bienal arsitek terkemuka
“Biennale d’architecture”, Pada 15-16 October.
Dia juga membuat
buku dengan tema ecological design & tall building design. Karya
terakhirnya, Ecodesign: Manual for Ecological Design, diterbitkan oleh John
Wiley & Sons (UK). Juri lainnya selain Dr. Ken Yeang adalah Dr. Ryu Choon
Soo (Korea), Associate Prof Lee Siew Eang (Singapore) yang merupakan pimpinan
the Energy Sustainability Unit (ESU) di the National University of Singapore
(NUS), dan juga Direktur Centre for Total Building Performance (CTBP). Dan Mr.
Ar. Kris Yao (Taiwan).
IV.
Penghargaan
- Award from Bali Governor as 1st Winner for Architectural Design Competition on Bali Art Festival 1986
- Building Competition
- Architectural Citation from Indonesia Institute of Architects for Commercial Building category, 2002
- Special Award from Indonesia Institute of Architects as effort to enrich Balinese contemporary architectural and expression heritage by exhibition and the publication of architectural work books, September 2002
- Indonesian Construction Award 2003 for Area Planning/ Development category, from Ministry of Settlements and Region Infrastructure Republic of Indonesia (KIMPRASWIL)
- The Aga Khan Award for Architecture 2004, nominee
- 1st winner of ASEAN Energy Award 2004 for Tropical Building category Indonesian Ministry of Energy and Mineral Resources Award for Asean Energy Efficient
- Architectural Citation, 2004
- Architectural Award from Indonesia Institute of Architects for Architectural Conservation, 2002
- from Indonesia Institute of Architects for Commercial Building category, 2005
- Architectural Citation from Indonesia Institute of Architects for Building Conservation category, 2005
- Indonesian Ministry of Energy and Mineral Resources Appreciation for participation in Energy Efficiency, 2007
- Indonesian Engineer Association Appreciation, 2007
- 1st winner of ASEAN Energy Award 2008 for Tropical Building category
- Selected project on ‘Bioclimatic Façades’ book, editor Kenneth Yeang.
V.
Kesimpulan
Popo
berbagi pengetahuan tentang beberapa hal kepada mahasiswa calon arsitek,
seperti penggunaan kayu bekas sebagai bentuk perhatian terhadap lingkungan,
pentingnya keterbukaan antara supplier dengan
arsitek, pentingnya melakukan crosscheck,
seperti logika di balik feng shui agar penjelasan-penjelasan mengenai
arsitektur menjadi ilmiah dari pada hanya mengandalkan kepercayaan.
Membebaskan
ukuran dan skala bangunan tradisional Bali, membubuhkan unsur-unsur modern ke
dalamnya dan merefungsikan kegunaannya merupakan cara yang ditempuh. Yang
dominan terjadi adalah bukan membubuhkan unsur-unsur modern pada bangunan
tradisional, tapi masyarakat masyarakat mendirikan bangunan baru, modern, tetap
beratap limasan, yang kemudian di bubuhi ikon-ikon tradisional dengan sangat
kental. Hampir seluruh bangunan Institusi Pemerintah, Bank, hotel, Perkantoran,
Pusat perbelanjaan, Sekolah, Perumahan dan lain-lain tampil dengan gaya
Arsitektur Baru itu, Didukung dengan adanya Peraturan Daerah tentang pendirian
bangunan di Bali yang harus di ikuti.
Banyaknya
pengalaman dalam mendesain dan mengeksplorasi bahan membuat para mahasiswa
Arsitektur unlam kagum dengan karya-karyanya. Hal ini membuktikan bahwa
arsitektur Indonesia kini sudah mampu bersaing dengan arsitektur internasional
yang sarat akan teknologi namun tidak melupakan nilai-nilai tradisional lokal
yang terkandung di dalamnya. Diharapkan bagi para mahasiswa arsitektur lainnya
yang ingin memajukan arsitektur Indonesia, untuk tetap melestarikan nilai
budaya dan eksotisme kesenian tradisional dalam negerinya.
sumber referensi :
catatan pribadi dan internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar