Rabu, 01 Februari 2012

[Day 2, 3 ] POPO DANES DAN NATURA RESORT & SPA

Penulis : Muhammad Tidiyannor

"Arsitektur yang baik adalah hasil dari meramu apa yang ada di sekitar kita dan mengembangkannya berdasarkan kekayaan Indonesia", jawab Popo Danes, seorang arsitek ternama dari Bali yang kini sudah merambah ke dunia arsitektur internasional, ketika ditanya tentang arsitektur yang baik. Popo Danes menceritakan pengalaman-pengalamannya dalam merancang bangunan kepada para mahasiswa Arsitektur unlam dalam rangkaian acara KKL (Kuliah Kerja Lapangan) yang berlangsung pada tanggal 15-20 januari 2012 di surabaya-Bali.



 
        I.            Pendahuluan
Dilahirkan di keluarga Bali yang telah me-Modern pada 6 Februari 1964, Nyoman Popo Priyatna Danes atau dikenal dengan nama Popo Danes. Semasa kecilnya, Sang Arsitek kelahiran Denpasar ini tidak begitu mengenal tentang Arsitektur tradisional Bali, karena Ayahandanya seorang Autodidact Builder telah membuatnya untuk tinggal di Rumah Bali dengan konsep modern.

      II.            Pendidikan
Popo Danes, memulai pendidikan Arsitekturnya di Universitas Udayana, Denpasar-Bali yang kemudian lulus tahun 1991. Ilmu yang ia peroleh dari Ayahnya seorang Autodidact Builder tersebut membuatnya lebih termotifasi untuk mengembangkan ilmu Arsitekturnya. Setelah lulus kuliah, ia mengambil pendidikan non-formal selama kurang lebih 2 bulan di Rotary Group Study Exchange, Belanda, April – June 1992.

    III.            Karya

Natura Resort di Ubud karya arsitek Popo Danes terpilih sebagai Selected Projects dalam buku “Bioclimatic Facade” yang dibuat oleh Dr. Ken Yeang, dan disponsori oleh Somfy. Bukan hanya itu, Popo Danes firma arsiteknya juga terpilih sebagai 3 top arsitek yang berhak mendapat award untuk mengikuti 2008 Somfy Living Architecture seminar di Venisia, dalam rangka acara Bienal arsitek terkemuka “Biennale d’architecture”, Pada 15-16 October.






Dia juga membuat buku dengan tema ecological design & tall building design. Karya terakhirnya, Ecodesign: Manual for Ecological Design, diterbitkan oleh John Wiley & Sons (UK). Juri lainnya selain Dr. Ken Yeang adalah Dr. Ryu Choon Soo (Korea), Associate Prof Lee Siew Eang (Singapore) yang merupakan pimpinan the Energy Sustainability Unit (ESU) di the National University of Singapore (NUS), dan juga Direktur Centre for Total Building Performance (CTBP). Dan Mr. Ar. Kris Yao (Taiwan).



    IV.            Penghargaan
  • Award from Bali Governor as 1st Winner for Architectural Design Competition on Bali Art Festival 1986
  •  Building Competition
  • Architectural Citation from Indonesia Institute of Architects for Commercial Building category, 2002
  • Special Award from Indonesia Institute of Architects as effort to enrich Balinese contemporary architectural and expression heritage by exhibition and the publication of architectural work books, September 2002
  • Indonesian Construction Award 2003 for Area Planning/ Development category, from Ministry of Settlements and Region Infrastructure Republic of Indonesia (KIMPRASWIL)
  • The Aga Khan Award for Architecture 2004, nominee
  • 1st winner of ASEAN Energy Award 2004 for Tropical Building category Indonesian Ministry of Energy and Mineral Resources Award for Asean Energy Efficient
  • Architectural Citation, 2004
  • Architectural Award from Indonesia Institute of Architects for Architectural Conservation, 2002
  •  from Indonesia Institute of Architects for Commercial Building category, 2005
  • Architectural Citation from Indonesia Institute of Architects for Building Conservation category, 2005
  • Indonesian Ministry of Energy and Mineral Resources Appreciation for participation in Energy Efficiency, 2007
  • Indonesian Engineer Association Appreciation, 2007
  • 1st winner of ASEAN Energy Award 2008 for Tropical Building category
  • Selected project on ‘Bioclimatic Façades’ book, editor Kenneth Yeang.
      V.            Kesimpulan


Popo berbagi pengetahuan tentang beberapa hal kepada mahasiswa calon arsitek, seperti penggunaan kayu bekas sebagai bentuk perhatian terhadap lingkungan, pentingnya keterbukaan antara supplier dengan arsitek, pentingnya melakukan crosscheck, seperti logika di balik feng shui agar penjelasan-penjelasan mengenai arsitektur menjadi ilmiah dari pada hanya mengandalkan kepercayaan.


Membebaskan ukuran dan skala bangunan tradisional Bali, membubuhkan unsur-unsur modern ke dalamnya dan merefungsikan kegunaannya merupakan cara yang ditempuh. Yang dominan terjadi adalah bukan membubuhkan unsur-unsur modern pada bangunan tradisional, tapi masyarakat masyarakat mendirikan bangunan baru, modern, tetap beratap limasan, yang kemudian di bubuhi ikon-ikon tradisional dengan sangat kental. Hampir seluruh bangunan Institusi Pemerintah, Bank, hotel, Perkantoran, Pusat perbelanjaan, Sekolah, Perumahan dan lain-lain tampil dengan gaya Arsitektur Baru itu, Didukung dengan adanya Peraturan Daerah tentang pendirian bangunan di Bali yang harus di ikuti.


Banyaknya pengalaman dalam mendesain dan mengeksplorasi bahan membuat para mahasiswa Arsitektur unlam kagum dengan karya-karyanya. Hal ini membuktikan bahwa arsitektur Indonesia kini sudah mampu bersaing dengan arsitektur internasional yang sarat akan teknologi namun tidak melupakan nilai-nilai tradisional lokal yang terkandung di dalamnya. Diharapkan bagi para mahasiswa arsitektur lainnya yang ingin memajukan arsitektur Indonesia, untuk tetap melestarikan nilai budaya dan eksotisme kesenian tradisional dalam negerinya.






 sumber referensi :
catatan pribadi dan internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar